Sunshine!!

Sunshine!!

Tuesday, August 27, 2013

Cerpen – Aku Harus Pergi

AKU HARUS PERGI

Mentari pagi menyambut hari baru.Menyinari bumi tempat manusia berpijak.Sekarang sudah pukul 6 lebih 15 menit.Orang-orang terlihat memulai aktifitasnya. Termasuk Dinda. Ia sedang berkaca diri di cermin. Tiba-tiba mama Dinda masuk ke kamar.
“sayang, Rendy udah datang tuh” ujar Mama Dinda. “oh, iya ma. Bentar lagi Dinda turun” ujar Dinda.Mama Dinda tersenyum lalu keluar. Dinda segera mengambil tas ranselnya dan keluar.
“Kak Agung ke mana, Ma?” ujar Dinda sambil bergegas memakai sepatunya. “udah berangkat dari jam 6 tadi” jawab Mama Dinda. “oohh. Rajin amat . Yaudah aku berangkat ya, Ma! God Bless” ujar Dinda sambil mencium tangan mamanya. “iya, Nak! Hati-hati” jawab Mama Dinda.
Dinda segera menuju pintu pagar. Ternyata Rendy sudah ada di depan pagar. Begitu melihat Mama Dinda, Rendy langsung menganggukkan kepala dan memberi senyum pada Mama Dinda.Mama Dinda membalasnya dengan senyuman juga.Sebelum berangkat Dinda melambaikan tangan pada mamanya.Mamanya pun membalas lambaian itu.Kemudian Dinnda menarik tangan Rendy dan mereka berangkat.
“pa, anakmu sudah besar semua” ujar Mama Dinda lirih lalu masuk ke rumah. Papa Dinda sudah meninggal 2 tahun lalu.Tepatnya saat Brenda kelas 2 SMP dan kakak Dinda,Agung,kuliah jurusan arsitek semester 3.Semenjak itu, Mama Dinda kerja keras untuk menghidupi keluarganya.Alhasil, kini Mama Dinda memiliki satu Butik yang terkenal dan satu restoran.Sangat cukup untuk biaya hidup mereka bertiga.
Sedangkan Rendy adalah sahabat Dinda semenjak ia masuk SMA. Sewaktu MOS, Rendy melihat Dinda menangis dipojokan kelas. Rendy menghampirinya dan berusaha menenangkannya.Ia bertanya ada apa dengan Dinnda. Namun Dinda tetap diam. Semenjak Papa nya meninggal, Dinda sudah kehilangan senyumnya. Dan ia tidak mau bercerita kepada siapapun.
Namun entah kenapa, kehadiran Rendy membuat Dinda merasa tenang.Ia merasa Rendy adalah orang yang baik dan bisa dipercaya. Setelah lama membujuk, akhirnya Dinda menceritakan semua masalah dan latar belakang keluarganya.Semenjak itu mereka menjadi sahabat sampai hari ini.Mama Dinda pun senang dengan kehadiran Rendy.Karena kehadirannya, putrinya kini bisa mendapatkan senyumnya lagi.
“udah siap ulangan, Ren?” Tanya Dinda. “kalo nggak siap, bisa end gue sama Pak Hardi” ujar Rendy. Dinda hanya nyengir.Rendy dan Dinda memang terbiasa berangkat sekolah bersama.Selain karena bersahabat, jarak rumah mereka juga tidak terlalu jauh.Dan mereka terbiasa jalan kaki karena jarak sekolah mereka juga tidak jauh.
Rendy dan Dinda bersama.Sudah bukan hal baru bagi teman-teman mereka.Meski Rendy dan Dinda pernah berkata bahwa mereka nggak pacaran.Tetap saja teman-temannya mnganggap mereka berpacaran dan terus menggoda mereka.Seperti pagi ini saat mereka tiba di sekolah.
“yaakk. Pasangan Ren-Da-sebutan untuk Rendy dan Dinda-sudah datang.Jengjengjeng” ujar salah seorang siswa.Rendy dan Dinda tetap cuek.Mereka lalu duduk di bangku-kebetulan mereka juga sebangku.Tak lama, bel masuk pun berbunyi.Semua siap menghadapi ulangan Kimia dari Pak Hardi.
**
Bel istirahat berbunyi.Semua siswa-siswi berhamburan keluar kelas.Mendadak Dinda merasakan nyeri di kepalanya.Ia merebahkan kepalanya di meja. Rendy yang hendak keluar kelas jadi mengurungkan niatnya.
“lo kenapa?” Tanya Rendy. Dinda segera menegakkan kepalanya dan menggeleng pelan. “boong! Muka lo pucet gitu nggak mungkin nggak kenapa-kenapa.Pasti belom makan. Ke kantin yuk. Makan dulu” ujar Rendy sambil mengulurkan tangannya.Dinda tersenyum tipis lalu mendapat uluran tangan itu.
Baru selangkah ia berjalan. Nyeri di kepalanya semakin menjadi-jadi.Terasa sakit dan menyiksa.Matanya mulai berkunang-kunang.Ia roboh. Pandangannya semakin kabur. Sebelum semuanya menjadi gelap, ia mendengar suara seseorang memanggil namanya. Suara yang sangat ia rindukan. “papa” ujarnya lirih. Siut.Dinda tak sadarkan diri.
**
“Din” Dinda tersentak.Ia segera bangun. Anehnya, ia tidak tau ia berada di mana. “halo? Ada orang?” ujarnya. Tapi ia tak mendengar suara siapapun kecuali pantulan suaranya sendiri.
“Din” terdengar suara dari belakang Dinda.Ia segera menoleh. Seketika air matanya jatuh. “papa” ujar Dinda lirih. Papa Dinda hanya tersenyum.Air mata Dinda semakin deras. “papa apa kabar? Pa, aku kangen” ujar Dinda lagi.
“papa sangat baik, Nak!” ujar Papa Dinda. “Din, sudah waktunya kamu kasih tau ke orang-orang tentang keadaanmu.Supaya kamu tidak menderita sendirian” lanjut Papa Dinda.Dinda menggeleng.“Enda nggak mau mama khawatir, Pa. enda nggak mau bikin mama sedih” jawab Dinda.
“sayang, cepat atau lambat mereka pasti tau. Waktumu tidak banyak, Nak! Lakukan yang terbaik. Papa juga kangen sama kalian. Titip salam buat mama sama Kak Agung ya, Nak! Papa harus kembali.Jaga diri ya sayang ya!” ujar Papa Dinda. “papaaaa!!! Jangan tinggalin Endaa! Enda takut, Pa!” ujar Dinda sambil terus mengejar papanya yang semakin menjauh.Tiba-tiba Dinda terjatuh.
**
Perlahan Brenda membuka matanya.Yang pertama kali dilihatnya adalah, Rendy.Ya, Rendy.Ia berdiri di samping, Dinda. Dinda segera duduk sambil memegangi kepalanya yang terasa berat dan sakit.
“Din, jangan banyak gerak dulu!Lo masih lemes” ujar Rendy sambil menahan tubuh Dinda.Dinda mengangkat wajahnya.Ia menatap Rendy. Tiba-tiba setetes air mata jatuh dari matanya. Ia langsung memeluk Rendy. “Ren.. papa…” Dinda tidak melanjutkan kata-katanya.Ia merasa tidak kuat. Namun ia yakin, Rendy pasti mengerti maksudnya.
Dan benar.Meski kaget, Rendy membalas pelukan Dinda.Ia mengusap lembut rambut Dinda. “udah, Din. Yang kuat, oke? Gue yakin papa lo jagain lo dari sana. Udah jangan nangis lagi.Gue di sini” ujar Rendy lembut. Dinda menhentikan tangisnya dan melepaskan pelukannya lalu ia mengangguk. Rendy pun tersenyum.
Sorry, Ren! Gue masih nggak bisa kasih tau ke lo rahasia terbesar gue.Rahasia yang semua orang nggak tau termasuk mama. Kecuali..hanya papa yang tau. Ya, hanya dia yang tau keadaanku sekarang.
**
“Widiiii..gue Cuma dapet 65 coyy!” “gue menang doonnggg. 75 euy” suasana kelas sedang riuh.Bu Tetik guru Biologi sedang berhalangan masuk. Tanpa komando, anak-anak di kelas ribut semau mereka. Ditambah lagi hasil ulangan kimia baru saja dibagi.Tambah ributlah mereka. Tanya sana dan Tanya sini.
Dinda mendengus kesal melihat nilai yang tertera di kertas ulangannya. 90. Bukan nilai yang jelek. Namun ia yakin ia pasti kalah dengan nilai Rendy. Rendy kan Raja Kimia. Sedangkan dirinya jago Biologi. Lagi-lagi ia mendengus kesal.
“berapa?” Tanya Rendy tiba-tiba.Spontan Dinda melipat kertasnya dan menggeleng.Rendy menyentakkan tangan untuk mengambil kertasnya.Dengan cepat Dinda menarik kertasnya lagi.Rendy tak mau kalah.Ia mengulurkan tangannya dan menggelitik pinggang Dinda. Dinda berusaha menghindar. Saat ia lengah, dengan cepat Rendy mengambil kertas itu.
Dinda yang menyadari kertasnya sudah berpindah tangan segera berusaha mengambil kertasnya lagi.Rendy berlari menghindari Dinda.Dan Dinda segera mengejarnya.Dan terjadilah aksi kejar-kejaran.
Ketika sedang asik kejar-kejaran.Tiba-tiba kaki Dinda seperti tersandung sesautu.Sontak Dinda jatuh.Seluruh isi kelas spontan menoleh kearah Dinda.Teman-teman ceweknya segera menhampiri dan menolongnya. Ketika kepalanya diangkat darah segar mengalir keluar dari hidungnya. Melihat itu, teman-temannya langsung memberikan pertolongan pertama.
Rendy yang kaget dengan keadaan Dinda segera menghampiri biang kerok.Ya, dia mendatangi Jony.Ia yakin Jony yang menyebabkan Dinda jatuh. Karena ia melihat kaki Jony terjulur keluar dari bangku. Tepat di mana posisi Dinda jatuh.Ia sangat yakin ialah penyebab Dinda jatuh.
“mau lo apa?” Tanya Rendy. Jony menoleh dengan tampang polos yang ingin ditonjok.Jony mengernyitkan dahi. “nggak usah sok polos deh! Lo kan yang bikin Dinda jatoh?!” ujar Rendy yang mulai berapi-api. “buktinya apa?” ujar Jony tenang.
“liat kaki lo! Lo pikir buat apa kaki lo ada di luar bangku begitu? Dan kaki lo tepat ada di posisi Dinda jatoh” ujar Rendy.Jony pun berdiri. Seluruh kelas mendapatkan tontonan gratis! “uppss~ gue lupa. Iya, gue yang nyebabin dia jatoh. Mau apa lo? Tonjok?Ayo tonjok” ujar Jony.Rendy mengepalkan tangannya.
Ia sudah bersiap memberi tonjokan gratis pada Jony. Namun seseorang menahan tangannya. Dinda. Ia berdiri di sebelah Rendy dengan tissue menyumbat lubang hidungnya, dan memegang tangannya yang siap memukul Jony. Dinda menggeleng pelan.Tak ada yang mengerti arti gelengan kepala itu.Hanya Rendy yang tau.
“Tapi, Din!” ujar Rendy.Dinda menggeleng lagi. “udahlah, Ren! Nggak ada gunanya main kekerasan.Biar gue yang selesaiin” ujar Dinda.Ia lalu berbalik dan menatap Jony. Jony kaget dengan tindakan Dinda.Dinda tersenyum. Sangat manis.
“makasih ya” ujar Dinda. “hahaha. Sama-sama.Lagian lo bocah banget pake lari-larian di kelas.Ya gue hentikan aja” jawab Jony. Rendy geram.Ia sudah siap memukul Jony. Tapi Brenda menahannya.Rendy terpaksa diam. Memang, kalau Dinda sudah bicara.Rendy hanya bisa diam. Hanya Dinda yang bisa meredam emosi Rendy.
“iya gue tau. Makanya gue bilang makasih” ujar Dinda sembari tersenyum lagi. “tapi, Jon! Kalo ngingetin lain kali caranya yang lembut ya. Jangan begini.Liat tuh.Lantainya kotorkan kena darah gue.Kasian nanti yang piket.Bersiinnya susah” lanjut Dinda. Untuk kesekian kalinya ia tersenyum lagi. Ia lalu berbalik dan menarik tangan Rendy. Rendy yang masih geram enggan untuk pergi.Dinda yang menyadari hal itu menarik lagi tangan Rendy.Akhirnya mau tak mau Rendy mengikuti Dinda pergi.
**
Bel pulang sudah berbunyi.Semua siswa-siswi sudah berhamburan keluar.Dinda masih berada di tempatnya.Membereskan buku-buku ternyata memerlukan waktu lama.Sedangkan Rendy hanya duduk dan melirik kesal kearah Dinda.
Dinda yang rupanya sadar bahwa Rendy meliriknya dengan kesal segera membuka percakapan. “lo jangan ngelirik gue kayak begitu. Gue tau lo kesel gara-gara kejadian tadi siang.Udahlah. Toh gue juga nggak apa-apa” ujarnya seraya memakai tas ranselnya.
“lagian lo! Udah dibikin mimisan begitu masih aja baik! Hati lo terbuat dari apa sih?” ujar Rendy. “nggak tau” jawab Dinda. “Tanya aja sama Tuhan” ujar Dinda lantas nyengir. Mau tak mau Rendy tertawa juga. Dinda memang tau bagaimana cara menyenangkan hatinya.
“oh ya. Nanti sore main ke rumah kan, ya?” ujar Dinda sambil berdiri. “he’em” jawab Rendy singkat dan menyusul Dinda yang sudah ada di depan kelas. Seperti biasa.Kali ini mereka pulang bersama lagi.
**
Sore itu, Rendy menepati janjinya.Ia datang ke rumah Dinda hanya membawa tas ransel. Rupanya mereka mau belajar bersama. Sebuah kebiasaan lain dari pasangan Ren-Da. Cukup keren.
“Ren, ada kertas kan?” Tanya Dinda. “bawa lah. Kenapa?” jawab Rendy. “minta” ujar Dinda singkat. Tanpa ba-bi-bu Rendy menyerahkan selembar kertas pada Dinda.Dinda mengambil bolpen dan menyerahkannya pada Rendy.Rendy terheran-heran. “gue mau lo nulis sesuatu buat gue” ujar Dinda lalu tersenyum.
Rendy hanya mengangkat bahu. Kira-kira setengah jam mereka menulis sesuatu di atas kertas itu. “udah nih” ujar Rendy. “itu buat lo” jawab Dinda. “hah? Buat gue?Untuk apa?” jawab Rendy terheran-heran.Dinda hanya tersenyum.Mau tak mau Rendy memasukkan kertas itu ke dalam dompetnya.Dan merekapun kembali belajar. “sebentar lagi, lo pasti tau maksud gue kok” ujar Dinda tiba-tiba. Rendy hanya diam.
**
Malam harinya-sekitar pukul9 malam-Rendy menelpon Dinda.Dinda yang saat itu sudah setengah tertidur mengangkat ponselnya dengan ogah-ogahan. “halo?” ujarya lemah. “hai, Din! Tidur ya?” ujar Rendy. “hampir” jawab Dinda singkat.
“sorry.. gue…” kata-kata Rendy menggantung. “iya gue tau. Lagi badmood kan? Ada apa?” rupanya Dinda sudah tau kebiasaan Rendy. Jika sahabatnya itu bosan-badmood-pasti ia akan menelpon. Diseberang, Rendy hanya nyengir. “tau aja lo” jawabnya. Lantas, Rendy menceritakan rentetan kejadian yang membuatnya kesal.
Rendy menelpon lumayan lama.Sekarang sudah pukul 10 malam.Tapi Rendy belum juga berhenti bercerita.Meski sudah sangat mengantuk, Dinda berusaha menjadi pendengar yang baik bagi Rendy.Hingga akhirnya pukul setengah 11 malam barulah Dinda bisa tidur.
**
Hari ini saat berangkat ke sekolah, Dinda merasa ada yang aneh pada Rendy.Mungkin Rendy bersikap biasa-biasa saja. Tapi tetap saja, ia merasa ada yang aneh. Terlihat dari sorot mata Rendy.Seperti ingin meninggalkan sesuatu, namun berat.
Keanehan tidak berhenti di situ saja.Sampai pulangpun Dinda tetap merasa aneh dengan Rendy.Namun Dinda menutupinya dari Rendy.“Ya Tuhan.Apakah semua sudah dimulai?” ujar Dinda lirih.
Semakin hari keanehan Rendy semakin menjadi-jadi. Bahkan ia terkesan, menjauh dari Dinda. Dinda benar-benar menyadarinya. Kini ia sendirian. Benar-benar sendiri.Ia kembali kehilangan senyumnya yang dulu sempat ia dapatkan kembali.
Rendy sudah tidak pernah menelponnya lagi.SMS saja tidak pernah.Telpon dan SMS Dinda tak pernah digubrisnya.Dinda bingung.Ia merasa tidak pernah melakukan kesalahan pada Rendy. Apa mungkin dia kesal gara-gara insiden Joni? Tapi masa hanya gara-gara itu ia sampai seperti ini? Lagian malamnya ia menlponku selama satu jam setengah. Pikir Dinda dalam hati.
Hingga akhirnya suat hari ia mendapat berita yang cukup mencengangkan. Ternyata tanpa sepengetahuannya, Rendy dan Serly-salah satu cewek well loved di sekolah-sudah jadian selama 2minggu.Dan selama itu pula Rendy meninggalkan Dinda.Tuhan, beri aku kekuatan. Ujar Dinda.
Suatu hari ia ingin menguji kejujuran Rendy. Ia menelpon Rendy. Ia akan berpura-pura minta ditemani ke toko buku untuk cari buku Kimia. Itu juga kalau Rendy mengangkat telponnya. Hah, semoga diangkat. Pikir Dinda.
Tuutt-tuuutt.Terdengar nada sambung. “ayo angkat ayo angkat” ujar Dinda. “halo?” suara itu! Ya Tuhan, sudah lama aku tidak mendengar suara itu. “halo, Ren? Besok bisa temenin gue ke Gramed nggak?Gue pengen cari buku Kimia nih” ujar Dinda memulai aksinya.
“gue ga bisa” jawab Rendy singkat. “kenapa? Lo udah ada cewe ya? Pantes lo berubah” ujar Dinda tetap tenang. “iya” jawab Rendy. “dan gue gak mau bikin cewe gue cemburu karena gue deket sama lo” ujar Rendy sedikit membentak.
“lho? Emang si Serly pernah bilang gitu?” ujar Dinda.Rendy tersentak. Bagaimana Dinda tau kalau Serly yang..ahh sudahlah. “yaudah yang penting gue gak bisa. Gue udah ada janji. Kalo lo nggak bisa Kimia, les aja! Susah amat.Dah lah gue sibuk. Bye” Rendy tidak memberikan kesempatan pada Dinda untuk berbicara dan langsung mematikan telpon.
Dinda hanya termenung sendiri.Apa yang ditakutkannya kini terjadi. Ya, ia memang bukan siapa-siapa Rendy. Jadi jika sewaktu-waktu Rendy punya jalan sendiri, ia harus siap melepasnya. Lagi pula kalau Rendy senang ia juga senang. Dinda pun menangis.
**
Suatu hari saat istirahat tidak sengaja Dinda melihat Rendy duduk di kelas dan menggambar di sebuah kertas. Dinda pun berlari kea rah kantin. Bersamaan dengan perginya Dinda, Rendy juga keluar kelas.
Tak lama Dinda kembali.Untung saat itu Rendy masih di luar kelas.Ia segera meletakkan sebungkus kantong plastik di meja Rendy. Lalu ia bergegas keluar kelas. Tak lama Rendy masuk.Ia kaget melihat ada makanan di mejanya. Pasti Serly, pikir Rendy. “tau saja dia kalau aku laper” ujarnya lalu memakannya. Dinda yang melihatnya merasa senang. Walau ia tau kalau Rendy pasti mengira itu dari Serly.
Ketika malam tiba, Dinda menuliskan sesuatu di buku hariannya.Buku yang penuh dengan kisah hidupnya.Di dalam buku ini lah semua cerita hidup Dinda ada.Tidak ada rahasia.Semuanya ada. Setelah selesai, ia meletakkan buku itu di laci mejanya. Kemudian ia kembali menuliskan sebuah surat.
**
“Rendy!!” Dinda berusaha mengejar Rendy.Dengan berat hati, Rendy akhirnya membalikkan badan. “apa sih? Brisik banget deh.Malu tau!” ujar Rendy ketus.Tiba-tiba kepala Dinda merasakan nyeri itu lagi.Tapi Dinda tetap berusaha kuat.Ia menarik nafas panjang sebelum berbicara.
“Ren, gue pengen lo simpen ini” ujar Dinda sambil menyodorkan buku diary nya. “apaan nih?” ujar Rendy. “udah terima aja. Lo bakal tau nanti” ujar Dinda lagi. “gue nggak butuh” ujar Rendy seraya meninggalkan Dinda.
Dinda tetap tersenyum.Sebelum Rendy pergi jauh.Ia berteriak. “makasih ya Ren” untung saat itu di sekitar mereka masih agak sepi. Jadi tidak ada yang mendengar.Rendy hanya berhenti sebentar lalu melanjutkan berjalan. “apa-apaan sih tuh anak?! Hish” Rendy mendengus kesal.
Pulang sekolah, Dinda bergegas pulang. Sesampainya di rumah ia segera berganti baju dan turun lagi. Pertama ia membantu mamanya membersihkan rumah dan memasak. Kedua ia pergi membantu kakaknya mengerjakan tugas skripsi. Cukup melelahkan.Dan yang terakhir, Dinda membagikan kue kukus ke tetangga sekitar.Semua orang bingung melihat sikap Dinda yang aneh itu.
“mama, sini deh” ujar Dinda. “apa?” jawab mamanya. “ma, besok kalo aku pergi. Tolong kasih buku sama surat yang ada di meja ku ke Rendy ya ma” ujar Dinda. “lho? Kenapa?Kamu kasih aja sendiri” ujar mama Dinda.Dinda tersenyum lalu menggeleng halus.
“aku nggak bisa ma. Nanti malem aku harus pergi.Jadi tolong mama kasih ya” ujar Dinda. “lho? Lho? Mau pergi ke mana kamu?” Tanya mama Dinda heran. “udahlah. Kasih aja ma” jawab Dinda.
Dinda lalu menghampiri Kak Agung. “kakaaakk!!! Aku minta maaf ya ka kalo aku ada salah sama kakak.Kakak tau nggak? Dinda sayaaaannngggg banget sama kakak” ujar Dinda sambil memeluk kakaknya.Kakaknya hanya tersenyum. “aku bahagia punya kakak kayak kak Agung” ujarnya lagi.
Kemudian Dinda berlari memeluk mamanya. “ma, Dinda minta maaf ya kalo Dinda ada salaah. Mama adalah mama paaliiiinnnggggg baaiiiiikkk. Dinda sayang banget sama mama. Dinda bangga punya mama kayak mama Dinda” ujar Dinda.
Setelah itu, ia berlari menuju kamarnya yang ada di atas. Sebelum benar-benar sampai di atas, ia menoleh lagi. “oiya, mama sama kakak dapet salam dari papa. Kak, titip mama ya” ujar Dinda. Ia lalu pergi ke kamar tanpa menunggu jawaban mama dan kakaknya. Sedangkan di bawah, mama dan kakak Dinda bingung.
Begitu sampai di kamar, tangis Dinda pecah.Ia menangis deras tanpa suara. Setelah suasana hatinya cukup tenang, ia berdiri lalu melangkah menuju mejanya. Ia mengambil buku hariannya dan menulis sesuatu lagi di atasnya. Setelah ia menulis, ia tersenyum puas. Ia letakkan buku itu di atas mejanya dengan amplop berisi surat di atas buku itu.
Ia menuju tempat tidur, lalu berdoa. Belum sempat ia berbaring. Nyeri di kepalanya datang lagi.Dan nyeri kali ini sangat amat sakit. Ia merasakan seusatu keluar dari hidungnya. Ia memegang hidungnya. Darah segar menempel di tangannya. Nafasnya sesak. Dinda roboh. Nafasnya memburu. Perlahan namun pasti pandangannya kabur. Tak lama kemudian semuanya terlihat gelap.
**
Dinda terbangun.Ia kaget begitu melihat di mana ia berada sekarang. Tempat ini lagi?Ujarnya.Tiba-tiba seseorang memegang pundaknya dari belakang.Spontan Dinda meloncat kaget. Namun betapa senangnya dia begitu ia melihat sosok papa nya.
“papaaa!!!” ujar Dinda lalu memeluk papanya. “halo, Nak!” ujar papanya. Dinda melepaskan pelukannya.Ia memandang papanya. Papanya mengangguk.Ia lalu memegang tangan Dinda. Mereka berjalan dan terus berjalan kea rah sinar putih menyilaukan. Lama kelamaan sosok mereka mengecil. Dan akhirnya menghilang di ujung pusat sinar.
**
Sementara itu..
Tok tok tok. “Dinda, ayo bangun sayang! Udah siang” Mama Dinda berusaha membangunkan Brenda. “sayang?” ujarnya lagi. Karen tidak kunjung mendapat jawaban, akhirnya Mama Dinda memutuskan untuk masuk ke kamar Dinda.
Mama Dinda terhenyak. Ia kaget mendapati anaknya tergeletak di lantai dengan posisi miring. Ia segera menghampiri Dinda. “Nak bangun nak! Kamu kenapa?” Tak ada jawaban. Dengan gemetar ia membalik tubuh Dinda.
Betapa kagetnya mama Dinda begitu melihat darah keluar dari hidung Dinda. Segera ia memeriksa nafas Dinda. Seketika itu juga Mama Brenda menutup mulut dengan tangan. “Dindaaaaaaa!!! Bangun sayaaangggg jangan tinggalin mamaaaaaa” Mama Dinda histeris begitu mengetahui anaknya sudah tak bernyawa.
**
Rendy menatap kosong rumah Dinda. Rumah yang dulu penuh canda tawa nya bersama Dinda, kini penuh duka dan tangis. Terdengar isakan-isakan dari dalam rumah. Termasuk isakan Mama Dinda. Perlahan, ia memasuki rumah Dinda.
Rendy membeku. Perasaannya campur aduk. Ia tak mampu berjalan tak mampu bicara. Kini di hadapannya terbujur kaku tubuh Dinda. Tubuh itu kini dibalut gaun putih yang indah. Semakin memperlihatkan wajah manis pemiliknya.
Rendy memberanikan menatap wajah Dinda. Wajah yang dulu selalu ceria dan penuh tawa, kini pucat pasi. Namun satu yang tidak berubah. Seulas senyum manis menghiasi wajah Dinda yang kaku dan dingin itu.
Tak lama kemudian Mama Dinda keluar. Ia mengenakan baju berkerah warna hitam dan celana bahan hitam. Matanya terlihat sembab. Menunjukkan kalau ia benar-benar tidak berhenti menangis.
Di belakangnya ada Kak Agung. Ia mengenakan kos hitam polos dan celana jeans. Ia memegang tangan mama Dinda. Sepertinya ia menjaga Mama Dinda agar tidak roboh. Memang, Mama Dinda terlihat begitu lemas.
“pagi, tante” ujar Rendy seraya menyambut tangan Mama Brenda. “oh, Nak Rendy. Tunggu ya, Nak!” setelah berkata, Mama Dinda pergi naik ke lantai atas. Tak lama kemudian ia kembali dengan sebuah buku dan amplop yang tertempel di atasnya. Rendy ingat. Itu adalah buku yang ingin diserahkan Dinnda padanya kemarin. Ada apa ini? Pikirnya dalam hati.
“ini..apa tante?” ujar Rendy seraya mendapat buku itu. Mama Dinda menggeleng halus. “Dinda meminta tante untuk menyerahkan buku dan amplop itu ke kamu. Tante nggak membacanya kok. Karena tante yakin, ada sesuatu yang ingin disampaikan Dinda ke kamu” ujar Mama Dinda. Rendy hanya diam. Ia menatap buku itu dengan perasaan risau.
**
Pemakaman Dinda sudah selesai. Rendy tetap berada di tempatnya. Duduk bersila di dekat peristirahatan terakhir Dinda. Perlahan Rendy mengusap batu nisan yang bertuliskan nama Dinda. Setetes air mata jatuh dari mata Rendy.
“Din, kok lo tega sih sama gue? Kenapa lo tinggalin gue duluan?” ujar Rendy lirih. Ia menunduk. Berusaha menelan kesedihannya. Namun gagal. Kepergian Dinda begitu memukul perasaan Rendy. Tiba-tiba ia teringat barang-barang peninggalan Dinda. Ia mengambil buku milik Dinda beserta amplop dan secarik kertas dari dompetnya. Pertama ia ingin membaca surat dari Dinda.
Dear, Rendy.
Apa kabar, Ren? Gue harap lo baik-baik aja. Ren, gue pengen minta maaf kalo gue ada salah sama lo. Gue juga mau bilang makasih. Makasih karena lo udah mau jadi sahabat gue selama 1taon. Lo udah mau nemenin gue di saat gue butuh temen. Pertemuan kita di waktu MOS gak akan pernah gue lupain. Lo sahabat terbaik gue, Ren! Oiya, gue juga mau minta maaf karena gue udah nyembunyiin rahasia besar dari lo. Lo akan tau setelah lo baca buku harian gue. Gue juga mau lo nepatin janji lo di kertas yang wktu itu. Ren, gue yakin waktu lo baca ini gue udah tidur. Tidur yang panjang. Dan meski kita sudah ada di dunia yang berbeda, gue tetep anggep lo sahabat gue. Slamat tinggal, Billy. Jaga diri baik-baik ya. Gue titip Mama, Kak Agung, sama Serly :) Gue sayang sama lo. God bless.

Rendy melipat kembali surat itu dan memasukkan kembali ke dalam amplop. Ia diam sejenak. Memandangi tempat Dinda tertidur sekarang. Ia menarik nafas panjang lalu mulai membaca buku harian Dinda.
7 Agustus 2009Dear Diary. Hari ini adalah hari yang kurang menyenangkan. Pertama, gue ketabrak mobil. Setelah kejadian itu gue pingsan. Setelah itu gue Cuma denger suara bokap gue ngobrol sama dokter. Gue sengaja nggak buka mata biar gue bisa denger kelanjutannya. Dan lo tau apa, Ry? Kata dokter otak gue mengalami pergeseran. Sebagian besar syarafnya rusak dan nggak bisa dipakai. Mungkin aku akan sering sakit kepala. Bahkan hidupku nggak lama lagi. Setelah percakapan mereka aku baru membuka mata. Dan meski dokter belum mengijinkanku pulang, aku tetap memaksa papa untuk pulang. Dan jadilah aku pulang hari itu juga. Tak ku sangka tak ku kira. Aku dan papa mengalami kecelakaan yang menyebabkan papa meninggal. Setelah kejadian itu, aku berjanji tidak akan menceritakan keadaanku kepada siapapun. Cukup papa saja yang tau. Tuhan, beri aku kekuatan.
14 Oktober 2011Diarryyyy, nyebelin banget deh hari ini. Masa penyakitku kambuh di depan Rendy? Kan malu jadinya. Harus ngomong apa coba aku ke dia?? Huh! Oh iya, tadi waktu pisang aku bermimpi bertemu papa. Papa menyuruhku menceritakan keadaanku. Dan ia bilang waktuku tidak lama lagi. Apa maksudnya? Huh! Tapi mungkin benar, belakangan ini aku begitu merindukan semuanya. Aku rindu Rendy, Mama, Kak Agung, dan semuanya. Aku ingin bangun lebih pagi. Dan tidur lebih larut. Bahkan aku ingin tidak tidur untuk menikmati keindahan karya Tuhan. Ah, ada apa denganku? Tuhan, aku takut.
15 Oktober 2011Ry, hari ini Rendy aneh. Gak bisa dijelasin sih. Pokoknya ada yang aneh aja. Keliatan dari matanya. Huh, kayaknya apa yang aku takutin bakal kejadian deh. God, give me strength.
29 Oktober 2011Ry, aku dapet kabar. Ternyata Rendy udah pacaran sama Serly 2minggu. Dan selama itu juga dia ngejauh dari aku. Aku maklum kok. Mungkin dia hanya ingin menghormati ceweknya. Yah, dari dulu aku takut kalau Rendy punya jalan sendiri dan ninggalin aku. Tapi toh aku bukan siapa-siapanya. Jadi aku harus siap jika sewaktu-waktu hal itu terjadi. Rendy, gue gak marah kok sama lo. Gue tau lo tertekan deket sama gue terus. Gue bahagia kalo lo nemuin cinta lo. Gue tetep anggep lo sahabat terbaik gue.
30 Oktober 2011Ry, gue udah tau kabarnya dari mulut Rendy sendiri. Gue gak marah kok meski Rendy bentak gue. Gue tetep bahagia.
31 Oktober 2011Ry, tadi Rendy kelaperan. Gue beliin makanan deh. Gue seneng dia mau makan. Yah meski gue tau kalo dia ngira itu pasti dari Serly. Tapi gue udah cukup seneng bisa melakukan sesuatu buat dia.
2 November 2011Semuanya sudah selesai :)
Rendy menatap nanar buku harian Dinda. Ia tak sanggup berkata apa-apa. Kini ia ingin membaca kertas yang ia tulis bersama Brenda.
Beberapa peraturan yang harus gue turuti :
• Gue bakal selalu mengucap syukur pada Tuhan
• Menikmati segala berkatNya
• Tidak mudah emosional
• Taat pada orang tua
• Tetap semangat belajar untuk mencapai apa yang gue mau
• Menjaga Serly, Kak Agung, dan Mama Dinda
• Selalu mengingat Dinda sebagai sahabat gue
• Selalu tau bahwa Dinda sayang gue
• Tidak terus larut dalam kesedihan saat Dinda pergi
• Mengingat dirinya yang pergi dalam damai

Air mata Rendy sudah tak terbendung lagi. Ia menangis sejadi-jadinya. Kini ia mengerti arti isi surat itu. Ternyata Dinda sudah tau bahwa ia akan pergi. Dan ia tetap ingin yang terbaik bagi dirinya. Tiba-tiba beberapa lembar foto terjatuh dari buku harian Dinda. Rendy memungutnya.
Ia kaget begitu melihat lembaran-lembaran foto itu. Itu adalah foto-foto mereka bersama. Ada saat mereka bermain ke dufan dulu. Saat wisata ke Jogja. Saat belajar di rumah. Semuanya terasa begitu indah saat itu. Sangat indah.
Rendy tersenyum. Pandangannya beralih ke batu nisan Dinda. Ia mengusapnya lagi. “lo tidur yang tenang ya, Din! Gue bakal jaga orang-orang yang lo titipin ke gue. Jangan lupain gue ya di sono” ujar Rendy. “gue juga sayang lo, Din!” ujar Rendy disertai air matanya.
Rendy bangkit berdiri. Ia beranjak pergi. Baru 3 langkah, ia berbalik. “lo pasti denger gue kan, Din?” ujar Rendy sambil tersenyum. Seketika itu ada angin. Angin yang begitu sejuk dan menenangkan. Dari situ Rendy yakin, bahwa Dinda mendengar semua ucapannya. Dengan hati lebih ringan ia berjalan pulang.
Slamat tinggal, Dinda! Sampai kapanpun lo tetep jadi sahabat gue da nada di hati guei wonder you will come back to me again. but i hope you always happy out there . HTD Corporation

0 comments:

 
Fell too Deep?
Need a Hand?